Meski 2-3 tahun ini vanity publishing maupun self
publishing makin semarak. Serta memberikan kemudahan dalam hal menerbitkan
naskah-naskah para penulis, akan tetapi keberadaan penerbit mayor masih menjadi
dambaan bagi para penulis. Malah ada adagium
yang menyatakan bahwa seorang penulis belum bisa dikatakan seorang penulis,
jika naskahnya belum diterbitkan penerbit mayor.
Di Indonesia sendiri buku-buku dari penerbit mayor
masih menjadi raja dan rujukan pembelian di toko buku. Ditambah siklus di toko
buku yang terkadang pilih kasih dalam memajang/mendisplay buku terbitan penerbit mayor dibanding terbitan vanity atau self publishing.
Prestise menjadi salah satu semangat para penulis –khususnya penulis
muda- agar naskahnya dapat diterbitkan oleh penerbit mayor. Meski saya rasa royalti atau nilai beli putus naskah
oleh penerbit mayor cukup kecil, tetap saja animo penulis untuk mengirim
naskahnya kepada mayor publishing tetap
tinggi.
Hanya saja masih sering terdengar cerita
penulis-penulis yang naskahnya ditolak. Padahal mereka merasa naskah mereka
sangat bagus, bermamfaat, dan menginspirasi pembaca.
‘Oalah, berkilau seperti berlian kok ditolak’, salah seorang
kawan saya pernah ngedumel ketika pak pos mengatarkan kembali naskah yang
sempat dikirimnya beberapa bulan lalu. Saat itu kami sedang duduk di sebuah
warung kopi.
‘Sini saya liat naskahmu!’
Mata saya terpicing melihat judul dari naskahnya.
Namun saya belum berkomentar apa-apa dan langsung membuka satu sampai dua
halaman naskahnya. Tak perlu lama-lama, saya kembalikan naskahnya dan berlalu menyeruput
kembali kopi saya.
Kawan saya menggelengkan kepalaya. Dia menatap saya
heran. Lalu dengan semangat berapi-api dia menjelaskan mamfaat-mamfaat dari
naskahnya. Inspirasi dan hikmah yang mungkin pembaca dapat setelah membaca bukunya
nanti.
Saya hanya tersenyum, sambil menepuk pundaknya. “Besok
kamu liat blog saya ya”.
Dan teruntuk kawan saya yang naskahnya baru saja
ditolak sebuah penerbit besar, berikut kesalahan kamu yang harus kamu
perhatikan kalau kamu niat nulis lagi dan mengirimkannya kembali ke penerbit
mayor.
Buatlah judul yang sederhana namun membuat orang
penasaran. Jangan membuat judul yang panjang-panjang seperti judul FTV atau
judul cerita majalah Hidayah. Hindari pula membuat judul yang memplesetkan sesuatu
yang sudah terkenal. Lebih baik satu dua kata namun mewakili naskah kamu secara keseluruhan.
2. Buat First
Chapter yang menarik
Mengapa saya kembalikan naskahmu setelah 1-2 halaman
awal? Karena naskahmu tidak berhasil memikat pembaca di awal cerita. Editor tak akan peduli dengan konflik maha dashyat di tengah cerita, atau ending super romantis, jika di awal naskahmu mereka tidak tertarik untuk melanjutkan bacaannya.
3. Perhatikan Tanda Baca, dan Hindarkan Typo!
Kalau kamu kirim naskah ke vanity/self publishing yang naskahmu 103% pasti terbit, editornya
pasti nggak bisa marah saat naskah kamu acak-acakan. Paling sadis mereka hanya
akan ngedumel atau menghantam-hantamkan kepalanya ke monitor saat kamu memberi spasi setelah tanda kutip (“).
Editor-editor vanity/self publishing (termasuk
gue) cuma bakal menghabiskan kopi
lebih banyak, saat penulis yang mengirimkan naskahnya khilaf dan mengecilkan
huruf pertama setiap kalimat.
Tapi lain cerita jika kamu ngirim naskah kamu ke
penerbit mayor. Selain akan mencoret-coret naskah dengan red bolpoint, mereka pun tak segan-segan membuang naskah kamu.
Jadi, sebelum kamu kirimkan naskahmu, cek dan periksa kembali segalanya. Jangan
sampai ada mantan yang tertinggal di dalamnya. Karena mantan yang tertinggal di dalam cerita, akan membuat hubunganmu tak semulus jalan tol.
4. Pilihlah Penerbit yang Sesuai
Terkadang masih ada yang sok tau mengirimkan naskah berternak
ke penerbit fiksi atau sebaliknya. Please
deh, seterbuka-bukanya kesempatan, tetap saja penerbit mencari naskah yang
sesuai dengan segmentasi mereka. Apa susahnya, kamu ubek lebih dalam tentang
info dan genre naskah yang dibutuhkan. Jangan modal nanya mimin nya doang ya,
sob!
5. Yang Terpenting dan Terakhir Adalah Banyak Baca dan
Survey Pasar.
Membaca adalah gudang ilmu. Gudang inspirasi dan
wawasan. Akan tetapi hal lain yang nggak kalah penting adalah pasar alias market. Bukan rahasia lagi orientasi
penerbitan adalah keuntungan. Terkadang yang dicari bukan naskah terbaik,
melainkan naskah yang sesuai dengan orientasi pasar. Kamu harus peka dan jeli
terhadap tema dan genre naskah apa
yang sedang hits di pasar (toko buku).
Jangan sampai kamu membuat cerita tentang pocong-pocongan, karena pocong pernah
hits tahun 2012an lalu. Dan yang
paling penting, jangan ngirimin novel pocong ke penerbit yang menerbitkan buku
pertanian ya :D
Gue rasa udah cukup dulu penjelasan mengenai beberapa tips dan trik agar naskah bisa diterima penerbit. Hal lain yang paling penting adalah tetap menulis dan berkarya. Mengasah kemampuan secara terus-menerus akan membuatmu luar biasa dan hebat. Oya, dalam artikel ini gue banyak nulisin tentang vanity publishing. Kalau lu penasaran, tunggu aja artikel berikutnya ya.
0 Response to "5 Tips Penting Agar Naskahmu Tembus Penerbit Mayor"
Posting Komentar